Jadwal bulan depan sudah keluar. Minggu depan saya mendapat tugas terbang ke Narita di Jepang. Masalahnya saya belum pernah ke Narita. Saya lihat di daftar nama First Officer yang akan terbang dengan saya, namanya cukup familiar, saya pernah terbang dengan dia. Tapi itu bukan berarti dia pernah terbang ke Narita juga, jadi saya harus melakukan self-briefing untuk rute ini.

 
Berikut akan saya ceritakan apa yang harus saya lakukan dan di bagian akhir artikel ini akan saya uraikan hal yang harus dimiliki oleh sebuah maskapai penerbangan untuk menyiapkan penerbangnya melakukan penerbangan ke rute yang belum pernah dia lewati.
 
Saya akan terbang melewati daratan Cina dan pegunungan Himalaya. Untuk rute ini saya cukup familiar tapi tidak ada salahnya kan untuk membaca lagi semua keterangan yang ada. Saya buka buku Route and Aerodrome Information yang disediakan oleh perusahaan tempat saya bekerja. 
 

Karakter cuaca sepanjang rute penerbangan perlu dipelajariHal pertama yang saya cari adalah keadaan cuaca secara umum daerah yang akan saya lewati. Saya cari Meteorologi, untuk Asia, China, di bagian summer (hari ini bulan Juni di musim panas). Keterangan yang saya dapat adalah, musim panas baru saja dimulai di daerah ini, polar front bisa terjadi di sebelah utara Jepang.

Masih di buku yang sama, saya mulai membuka tentang terbang di atas ruang udara Cina. Ada banyak yang harus diperhatikan, dari satuan ketinggian yang tidak menggunakan satuan kaki tapi satuan meter, sampai prosedur darurat keluar dari pegunungan Himalaya jika pesawat mengalami kerusakan satu mesin atau harus melakukan emergency descent jika kehilangan tekanan dalam kabin. Naudzubillah.

Sekarang saya mulai membaca informasi untuk bandar udara Narita dan bandar udara lainnya yang akan dipilih sebagai bandar udara alternatif (alternate airports). Bandar udara alternatif ini diperlukan jika terjadi sesuatu baik pada waktu masih dalam perjalanan atau alternatif jika tidak bisa mendarat di Narita.
 
Yang perlu diperhatikan adalah apakah bandara-bandara ini bisa didarati pesawat A330 yang akan saya terbangkan, lalu saya periksa kategori RFF (Rescue Fire Fighting) yang tersedia di bandara-bandara tersebut. Saya perlu RFF dengan kategori 8 atau lebih.

Proses yang sama saya ulangi untuk Korea Selatan dan Jepang, karena saya juga akan terbang di ruang udara Korea Selatan sebelum sampai ke Jepang.

Tahap berikutnya adalah membuka peta penerbangan untuk rute dan bandar udara tujuan dan alternatif. Di sana cukup banyak informasi yang perlu dilihat seperti: ketinggian aman; MEA (Minimum Enroute Altitude), MSA (Minimum Safe Altitude); lay out bandar udara, landasan-landasan yang tersedia, perbatasan antar ruang udara ATC (FIR boundary), radio navigasi dan frekuensi yang digunakan dan lainnya.

enroute chart

Sudah selesai? Belum. Saya harus membaca prosedur-prosedur khusus dari setiap unit ATC yang akan saya lewati. Misalnya prosedur RVSM berbeda di Cina dan di Korea, atau angin yang biasanya dilaporkan dalam satuan knots, di Cina dilaporkan dalam satuan meter per detik, dan perbedaan-perbedaan lain.

Airport layout juga penting untuk dibaca

Setelah informasi umum tentang bandar udara Narita saya dapatkan, saya lanjutkan dengan membaca instrument chart untuk mendapatkan informasi yang lebih detail.

 
Hari H telah tiba, saya bertemu dengan First Officer yang akan terbang dengan saya. Di awali dengan berbasa-basi sejenak, saya langsung menanyakan apakah dia pernah ke Narita dan ternyata penerbangan ini juga akan menjadi penerbangan yang pertama ke Narita buat dia. Dia pun telah mempersiapkan hal yang sama seperti yang saya lakukan. 

Route qualification

 

Dari cerita di atas sebagai pilot-in-command saya menjadi qualified untuk menerbangkan penerbangan ke Narita hanya dengan membaca sebuah buku manual yang menjelaskan tentang rute dan bandar udara yang dilewati dan didarati. Buku dengan judul Route and Aerodrome Information itu adalah salah satu buku manual yang wajib ada untuk sebuah maskapai yang berada di bawah aturan EU.Ops di Eropa. Di Indonesia yang memiliki Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS)/Civil Aviation Safety Regulation (CASR), keharusan memiliki informasi ini tertulis di CASR 121.443 tentang kualifikasi seorang pilot-in-command yang mengharuskan operator (maskapai) untuk menyediakan sebuah sistem untuk kualifikasi rute dan bandar udara.

Pada prakteknya, banyak maskapai yang masih menjalankan route qualification pada saat pertama kali terbang ke tujuan tertentu dengan cara PIC didampingi oleh seorang instruktur (Line Instructor). Cara ini sangat baik kalau route qualification yang dilakukan juga didukung oleh dokumentasi yang bagus.

Dengan dokumentasi yang baik, maka proses transfer pengetahuannya akan baku. Tidak ada perbedaan antara satu instruktur dengan instruktur lain karena semuanya tertulis di Route manual tersebut. Terbang dengan instruktur dari segi operasional perusahaan memiliki kelemahan yaitu instruktur dibayar lebih mahal dibandingkan dengan first officer yang seharusnya mendampingi pilot-in-command tersebut. Kalau ada 30 bandar udara tujuan yang diterbangkan oleh maskapai tersebut, maka jika ada 1 orang pilot-in-command baru, perusahaan perlu membayar seorang line instructor sebanyak 30 kali penerbangan. Bagaimana kalau ada 10 pilot-in-command yang baru, 20 orang dst. Tinggal dikalikan saja.

 
Jadi bagaimana caranya untuk mengurangi biaya route qualification?
 
CASR 121.443 tidak mengharuskan perusahaan untuk menerbangkan seorang instruktur untuk mendampingi seorang Pilot-in-command akan menerbangkan sebuah rute pertama kali. Peraturan hanya menyebutkan maskapai harus mempunyai sistem untuk menyebarkan informasi dan beberapa materi yang harus dilengkapi sebagai informasi yang dibutuhkan untuk route qualification ini, yaitu:
 

-----------------------------------------------------------------

 
  • (1) Weather characteristics appropriate to the season.
  • (2) Navigation facilities.
  • (3) Communication procedures, including airport visual aids.
  • (4) Kinds of terrain and obstructions.
  • (5) Minimum safe flight levels.
  • (6) Enroute and terminal area arrival and departure procedures, holding procedures and authorized instrument approach procedures for the airports involved.
  • (7) Congested areas and physical layout of each airport in the terminal area in which the pilot will operate.
  • (8) Notices to Airmen.
 

-----------------------------------------------------------------

 

Kesimpulannya, jika perusahaan bisa membuat sistem yang teratur dan manual yang cukup baik, maka seorang pilot-in-command yang akan terbang pertama kali ke sebuah bandar udara tujuan tidak perlu ditemani oleh seorang instruktur.

 

Bandar udara yang kompleks

 

Ayat selanjutnya CASR 121.445 mengatur tentang rute dan bandar udara yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.

 

-----------------------------------------------------------------

121.445 Pilot in Command Airport Qualification: Special Areas and Airports

-----------------------------------------------------------------

Jika pihak otoritas menganggap sebuah rute atau bandar udara mempunyai kesulitan yang cukup tinggi atau tidak umum, maka pilot-in-command perlu melakukan pelatihan khusus untuk mendapatkan kualifikasi yang dibutuhkan. Pelatihan yang dibutuhkan akan tergantung pada tingkat kesulitan rute atau bandar udara tersebut. Pelatihannya bisa berupa special briefing, atau line training dengan instruktur atau bahkan simulator training sebelum pilot-in-command tersebut boleh menerbangkan rute tersebut dan bandar udara yang dimaksud.
 
Tingkat kesulitan yang dimaksud bisa berupa keadaan dataran sekitarnya, halangan/obstruction, atau prosedur keberangkatan dan kedatangan yang cukup rumit.
 
Setelah mendapatkan kualifikasi untuk menerbangkan rute tersebut, maka dalam 12 bulan pilot-in-command yang bersangkutan harus mempertahankan kualifikasinya dengan cara-cara yang tertulis di prosedur masing-masing perusahaan berdasarkan CASR part 121.445. Cara yang termudah adalah dengan "pictorial means" dengan melihat gambar atau menonton video yang dibuat khusus untuk keperluan di atas.

 

Penggolongan bandar udara

 
Meskipun CASR hanya mengharuskan membuat sebuah sistem informasi untuk setiap rute dan bandar udara yang bisa hanya merupakan sebuah buku manual, ada praktek memilah-milah bandar udara menjadi kategori-kategori tertentu. Praktek ini akan lebih memudahkan penerbang untuk mengetahui tingkat kesulitan sebuah rute atau bandar udara.
 
Contoh dari cara pemilahan ini misalnya membuat 3 kategori bandar udara. Kategori A, kategori B dan kategori C. Misalnya kategori A adalah bandar udara yang mudah dioperasikan, kategori B adalah bandar udara yang butuh kewaspadaan lebih dan kategori C adalah bandar udara yang butuh pelatihan tambahan untuk beroperasi ke sana.
 
Mudah dioperasikan, butuh kewaspadaan lebih, atau kategori lainnya harus didefinisikan dengan jelas, misalnya (hanya contoh):
 

-----------------------------------------------------------------

Kategori A:

 
  1. Bandar udara dengan ILS.
  2. tidak ada obstacle yang signifikan.
  3. bandar udara yang tersedia 24 jam.
 
Kategori B:
  1. Bandar udara yang hanya memiliki non-precision approach.
  2. Bandar udara dengan karakter cuaca yang tidak normal.
  3. Bandar udara dengan jangkauan komunikasi yang tidak bagus.
  4. Bandar udara yang memiliki karakter khusus.
Kategori C:
 

Bandar udara yang memerlukan kewaspadaan tambahan dan juga tambahan beban kerja. Pilot-in-command harus melakukan pelatihan dan briefing sebelum dibolehkan terbang ke bandar udara dengan kategori C. Pelatihannya bisa berupa simulator atau visit flight.

 

-----------------------------------------------------------------

 

Contoh di atas untuk pengkategorian bandar udara akan sangat memudahkan dan meningkatkan kewaspadaan penerbang. Dengan contoh pengkategorian tersebut maka bisa dimisalkan Bandar udara Soekarno-Hatta dimasukkan ke kategori B karena kepadatannya yang mengkhawatirkan pada jam-jam tertentu.

 

-----------------------------------------------------------------

Contoh dokumen yang mengklasifikasikan bandar udara berdasarkan kategori.

 

Daftar Bandar Udara dan Pembagian Kategorinya

1.11.2. Airport classification for flight crew competence

Airports for Company operations are categorized, in ascending order of difficulty, from Category A to Category C according to characteristics as listed below.

Commanders must ensure that their airport qualifications fulfill the briefing and recency requirements before operating to Category B or Category C airports.

Category A
An airport which satisfies all of the following requirements:
•An approved instrument procedures
•At least one runway with no performance limited procedure for take-off or landing.
•Published circling minima not higher than 1000 feet above airport level.

•Night operations capability.

Category B
An airport which does not satisfy the Category A requirements or which requires extra considerations such as:
•Non-standard approach aids and/or approach patterns
•Unusual local weather conditions
•Unusual characteristics or performance limitations
•Any other relevant considerations including obstructions, physical layout, lightning etc
.

Prior to operating to a Category B airport the Pilot in Command should be briefed, or self briefed by means of programmed instructions or published materials about the airport concerned and should certified that he has carried out these instructions by signing the Aerodrome/Route Qualification Competence sheet which will be left in a folder in OCC before the flight..

Category C

An airport which requires considerations additional to those for the Category B airports. Prior to operating to a Category C airport, the Pilot-in-Command should be briefed and:
•Visit the airport as an observer or
•be familiarized in a flight simulator approved by the Authority for that purpose,
•visit the airport acting as a Pilot-in Command supervised by the airport qualified Type Rating Instructor or Line Training Instructor or
•For operational reasons, when visiting the airport for the first time, the DFO may assign two TRIs or LTIs (or one TRI/LTI with an experienced Commander with written DFO approval) to fly together to the airport instead of using the flight simulator. This is a procedure according to best practise in Community countries and is used if it is not practicable to send a Commander to the simulator, for example, if the simulator does not support the respective airport etc
The qualification will be certified by the instructor and its period of validity will be 12 calendar months in addition to the reminder of:
- the month of the qualification or
- the month of the latest operation to the airport. If revalidated within the final 3 months of validity of a previous airport competence qualification, the period of the validity will be effective until 12 calendar months from the expiry date of the previous qualification.

 

-----------------------------------------------------------------

  

Tulisan di atas adalah interpretasi penulis atas CASR Part 121.443-445 amandement 6. Mohon merujuk pada petunjuk dari otoritas dan CASR yang terbaru untuk kebutuhan operasional.