Peta pencarian lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 (Himanda Amrullah Photo for Dispen TNI-AU)Saat itu tahun 1995, saya masih berumur 11 tahun. Dari sebuah lapak majalah pinggiran di Jakarta Selatan Saya mendapatkan majalah Angkasa pertama saya. Setelah mendapatkan majalah itu, saya yang masih anak-anak senang bukan main lantaran saya banyak mendapatkan foto-foto berbagai jenis pesawat yang memiliki kualitas luar biasa, tidak seperti dibuku telepon Yellow pages sebelum saya mengenal majalah Angkasa ini.

Orang tua saya mendukung atas keantusiasan saya terhadap kedirgantaraan ini dengan membelikan rutin setiap bulan majalah Angkasa ini. Dari sanalah saya kemudian mulai mengenal sosok di balik foto-foto yang membuat saya senang dan kagum melalui tulisan kecil di pojok foto yang biasa terdapat di majalah itu, Ya, dialah Mas DN Yusuf yang memotret sebagian besar foto-foto pesawat dan bandara di Indonesia di majalah Angkasa.

Jauh sebelum internet beredar, jauh disaat komunitas penerbangan Indoflyer.net atau portal fotografi penerbangan Airliners.net dan Jetphotos. net lahir, karya foto mas DN Yusuf lah yang banyak memberikan saya pengetahuan dan wawasan terhadap pesawat udara dan dunia penerbangan. Dari karya beliaulah saya mengenal anatomi bentuk detail segala jenis pesawat udara baik sipil dan militer.

Helikopter Bolkow MBO-105 milik Basarnas lepas landas dari apron Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta untuk melakukan evakuasi korban jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 (Himanda Amrullah Photo for Dispen TNI-AU)Tidak hanya pengetahuan mengenai jenis pesawat, dari tulisan para reporter majalah Angkasa berikut dengan ilustrasi foto pendukung yang biasa dibuat oleh Mas DN Yusuf, setelah saya duduk di bangku kuliah, karya-karya mas DN Yusuf dan tulisan-tulisan dari Mas Dody Aviantara serta reporter Angkasa lainnya turut memberikan dorongan semangat untuk mengejar impian cita-cita saya sebagai penerbang.

Saat untuk pertama kalinya saya berkunjung ke kantor redaksi majalah angkasa di tahun 1997, saya belum berkesempatan bertemu dengan sosok Mas DN Yusuf. Hingga akhirnya di tahun 2004, barulah saya bertemu dengan sosok Mas DN Yusuf, saat itu untuk pertama kalinya pula saya menulis sebuah artikel untuk majalah Angkasa. Setelah saya mengenal Mas DN Yusuf, ternyata beliau bukanlah sekedar fotografer jurnalis yang menjalani rutinitas sebagai wartawan di majalah Angkasa. Dia memiliki jiwa penerbangan dan passion kedirgantaraan yang sangat besar, yang selalu mengiringi dirinya dalam bertugas sebagai wartawan foto profesional.

Tak heran, karya-karya nya begitu kuat hingga banyak menginspirasi banyak pemuda insan dirgantara di Indonesia ini. Tahun 2008, saya pun diberikan kesempatan untuk bekerja sebagai fotojurnalis di surat kabar Media Indonesia. Liputan berita penerbangan adalah sebuah tugas yang selalu saya tunggu-tunggu, dan di sanalah biasanya saya bertemu dengan Mas DN Yusuf. Biasanya kami akan lama bercengkerama berdiskusi mengenai dunia penerbangan dan saya pun mendengarkan segala pengalaman Mas DN Yusuf saat meliput segala tugas liputan penerbangan yang menantang.

Meja kerja Almarhum Didik Nur Yusuf di kantor redaksi majalah Angkasa di setelah ditinggal pergi untuk selamanya (Himanda Amrullah Photo for DISPEN TNI-AU)
Tak lama kemudian, cerita pengalaman mas Yusuf pun muncul di majalah Angkasa. Akhirnya, pertemuan terakhir saya dengan Mas DN Yusuf adalah di saat saya menghadiri acara wisuda kawan saya penerbang lulusan BIFA angkatan ke-4 yang akan disalurkan ke maskapai Garuda Indonesia tahun 2011 lalu. Saat itu saya sudah berstatus sebagai penerbang yang sedang menjalani pelatihan lanjutan di maskapai Lion Air.

Mas DN Yusuf pun berkata kepada saya :

"Mas, jarang yang punya diberikan kesempatan kayak kamu, dulu kamu cuma pemain flight simulator rumahan, terus kamu jadi jurnalis dan akhirnya kamu sekarang jadi penerbang.

Coba gih kamu tulis pengalaman kamu, jarang lho jurnalis yang jadi pilot, kamu kan punya banyak foto yang gak gampang didapet sama orang lain. Aku tunggu mas tulisan pengalaman kamu..."

Mas Yusuf, semua ini juga karena semangat dan inspirasi yang telah Mas Yusuf berikan melalui hasil karya dan kerja keras Mas Yusuf sebagai fotografer jurnalis yang berdedikasi tinggi.

Terima Kasih banyak Mas DN Yusuf, saya bersyukur dan beruntung bisa dipertemukan dan bisa mengenal sosok Mas DN Yusuf

Mas Didik Nur Yusuf dan rekan nya Mas Dody Aviantara telah gugur saat menjalankan tugas peliputan Sukhoi Superjet 100, mereka gugur secara terhormat

Selamat jalan kawan


Tim gabungan TNI, POLRI, PMI dan Basarnas bersiap mengambil jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 dari helikopter Bolkow MBO-105 di bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta (Himanda Amrullah Photo for DISPEN TNI-AU)
Tim gabungan TNI, POLRI, PMI dan Basarnas bersiap mengambil jenazah korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 dari helikopter Bolkow MBO-105 di bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta (Himanda Amrullah Photo for DISPEN TNI-AU)
Jenazah fotografer majalah Angkasa Didik Nur Yusuf tiba di kantor pusat Gramedia Majalah jalan Panjang no 8A Kebon Jeruk Jakarta, setelah dishalatkan dan diberikan penghormatan terakhir jenazah almarhum Didik Nur Yusuf dan almarhum Dody Aviantara diserah terimakan ke keluarga masing-masing dan dimakam kan di TPU Tanah Kusir Jakarta (Himanda Amrullah Photo for DISPEN TNI-AU)
Jenazah fotografer majalah Angkasa Didik Nur Yusuf tiba di kantor pusat Gramedia Majalah jalan Panjang no 8A Kebon Jeruk Jakarta, setelah dishalatkan dan diberikan penghormatan terakhir jenazah almarhum Didik Nur Yusuf dan almarhum Dody Aviantara diserah terimakan ke keluarga masing-masing dan dimakam kan di TPU Tanah Kusir Jakarta (Himanda Amrullah Photo for DISPEN TNI-AU)