Biarpun anda bekerja sebagai penerbang dengan home base di Jakarta, bukan tidak mungkin maskapai anda punya rute penerbangan ke Papua. Jika anda tahu pada umumnya di Indonesia, transition altitude adalah 11000 kaki dan transition level adalah FL130, tahukah anda bahwa prosedur altimeter setting di Papua berbeda dari satu tempat ke tempat lain?

Berawal dari sebuah diskusi tentang QNH di grup Facebook ilmuterbang.com yang membuat saya membuka CASR part 91. Ternyata yang saya miliki adalah revision 1 tahun 2001. Agar diskusinya berjalan sesuai dengan aturan yang ada, saya buka website Perhubungan Udara di internet dan saya ambil CASR part 91 yang terbaru saat ini yaitu amandement 2, 19 Maret 2010. Sudah terbit sejak hampir 2 tahun yang lalu. Ada hal yang baru di ayat tersebut yang tadinya tidak ada. Perbedaan prosedur altimeter setting di bagian paling timur di Indonesia. Papua.

Part 91.121 Altimeter Settings
Each person operating an aircraft within Indonesia FIR, shall maintain the cruising altitude or flight level of that aircraft, as the case may be, by reference to an altimeter that is set, when operating

(a) within longitude 135°E to the east area of Indonesia FIR:

(1) Below 18,000 feet MSL, to:

(i) The current reported altimeter setting of a station along the route and within 100 nautical miles of the aircraft;
(ii) If there is no station within the area prescribed in Paragraph (a)(1)(i) of this section, the current reported altimeter setting of an appropriate available station; or

(2) At or above 18,000 feet MSL, to 29.92" Hg or 1013.2 mb.

(b) within longitude 135°E to the west area of Indonesia FIR:

(1) Below 11,000 feet MSL, to:

(i) The current reported altimeter setting of a station along the route and within 100 nautical miles of the aircraft;
(ii) If there is no station within the area prescribed in Paragraph (b)(1)(i) of this section, the current reported altimeter setting of an appropriate available station; or

(2) At or above 13,000 feet MSL, to 29.92" Hg or 1013.2 mb.

Sekitar 1 jam setelah membaca aturan ini kebetulan seorang teman saya yang juga adalah kepala bagian pelatihan penerbang (chief training) dari sebuah maskapai swasta cukup besar di Indonesia menghubungi saya di sebuah kanal telephoni di Internet. Saya tanyakan pada beliau apakah aturan di atas sudah diterapkan karena maskapai mereka mempunyai rute penerbangan ke Sentani di Jayapura. Ternyata meskipun beliau tahu pernah ada pembicaraan tentang altimeter setting ini tapi beliau tidak menyadari hal tersebut telah tertulis di aturan CASR. Bahkan seorang penerbang di Papua yang saya hubungi belum menyadari peraturan baru ini.  Jadi dengan tulisan ini saya harap semua penerbangan ke Papua bisa melaksanakan apa yang tertulis di CASR untuk keselamatan kita bersama. 

Altimeter setting di Indonesia

Mulai dari bagian a, di CASR 91.121, disebutkan sebuah aturan yang mempengaruhi daerah dengan lokasi sebelah timur dari longitude 135° East atau 135° bujur timur. Saya tidak mempunyai peta Indonesia jadi saya buka sebuah website mesin pencari yang juga terkenal dengan peta dan gambar buminya. Saya cari lokasi 135°E, yang ternyata berada di sekitar leher kepala burung di Papua. Bagi anda yang belum tahu istilah kepala burung ini, coba perhatikan peta Papua dan anda akan lihat bentuknya di barat laut seperti kepala dan menyempit seperti leher lalu di bagian timur membesar seperti badan. Jadi semua daerah di sebelah timur leher kepala burung Papua harus mengikuti aturan ini. Posisi 135°E ini adalah sedikit di sebelah barat kota Biak.

Aturannya adalah jika terbang di bawah 18000 kaki di atas permukaan laut. Maksudnya dari permukaan laut sampai pada ketinggian 18000 kaki di atasnya, maka altimeter setting di pesawat harus menggunakan altimeter setting dari stasiun-stasiun terdekat dalam radius 100 nm. Jika tidak ada maka harus menggunakan laporan altimeter setting dari stasiun yang appropriate, maaf saya tidak bisa menterjemahkan kata tersebut dalam konteks tulisan ini.

Di atas 18000 kaki maka altimeter setting yang digunakan adalah QNE atau standard 1013.2 mb, atau 29.92” hg.

Dengan kata lain di sebelah timur posisi 135°E:

Transition level= FL180
Transition altitude= 18000 feet 

Untuk daerah di sebelah barat posisi 135°E, aturannya sama, hanya angkanya yang berbeda:

Transition level= FL130
Transition altitude= 11000 feet.

Jadi kalau anda melakukan penerbangan dari Sorong ke Jayapura pada FL210, maka pada waktu melewati transition altitude di 11000 kaki anda akan mengganti altimeter setting Sorong ke QNE 1013 dan pada waktu turun meninggalkan ketinggian jelajah dan melewati FL180, anda harus mengganti altimeter setting ke altimeter setting bandar udara Sentani.
 
Pada penerbangan kembali dari Sentani ke Sorong, anda akan membiarkan altimeter pada setting Sentani dan mengganti ke QNE di 18000 kaki. Pada waktu turun ke Sorong, setting dari QNE ke altimeter setting di Sorong akan dilakukan di FL130.
 
Aturan di sebelah barat barat posisi 135°E akan berlaku pada seluruh daerah di Indonesia dari posisi 135°E di daerah leher kepala burung di Papua sampai bagian paling barat dan paling utara di pulau Sabang di Aceh. 
 

Resiko:

Sama dengan semua aturan dan teori yang ada, semua dibuat untuk menghilangkan atau mengurangi resiko. Seorang penerbang profesional tentu tahu resikonya lupa mengganti altimeter setting pada waktu turun dari ketinggian jelajah. Jika altimeter setting tetap di setting QNE 1013.2, maka jika local altimeter setting atau juga suhu di bandar udara tujuan lebih rendah dari standard maka ketinggian pesawat akan lebih rendah daripada yang terbaca di altimeter. Contohnya di altimeter menunjukkan 8000 kaki maka ketinggian pesawat sebenarnya akan lebih rendah dari 8000 kaki.

FROM A HIGH TO A LOW LOOK OUT BELOW

Terbang di Papua dengan suhu yang cukup rendah di beberapa tempat bisa menambah resiko ini. Mohon perhatikan tulisan ini dibuat dengan aturan yang berlaku pada tanggal penerbitan artikel ini. Mohon untuk selalu mendapatkan aturan terbaru.

Semoga penerbangan anda tetap aman dan salam Bhinneka Tunggal Ika.

-----------------------------------------------------------

Sumber:

  • CASR part 91 amendement 2, 19 Maret 2010

Gambar :

  • Pilot Handbook of Aeronautical Knowledge
  • AC 00-6A Chapter 3 - Aviation Weather, 1975