Dalam sebuah kecelakaan dulu orang tahunya hanya human error, pilot error dan error-error lain, yang berhubungan dengan manusia itu sendiri. Contohnya kesalahan pengemudi yang mengantuk, pilot yang salah menekan tombol, masinis yang salah tidak menginjak pedal, dll. Manusia-manusia ceroboh yang salah.

Sekarang sebaliknya, makin diyakini bahwa melakukan kesalahan tanpa sengaja atau error adalah bagian dari kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang bebas dari kesalahan. Biarpun hanya sedikit. Hanya sayangnya kesalahan yang dilakukan manusia dalam moda transportasi sering berakibat fatal. 

Dulu setiap kali terjadi kecelakaan karena human error maka langkah selanjutnya adalah membuat pelajaran atau peraturan atau SOP atau bahkan hukuman agar kesalahan tersebut tidak diulangi. Apa daya, manusia punya kecenderungan berbuat salah. Kesalahan yang ada sayangnya tetap diulangi. Biarpun dengan hukuman yang berat.

Sekarang di dunia teknologi fokusnya diubah dari yang tadinya memaksa manusia untuk menghindari kesalahan dengan aturan-aturan atau hukuman, menjadi ke cara baru untuk merancang apapun sesuai dengan kondisi manusia itu sendiri. Interaksi manusia dengan teknologi dibuat sesuai dengan ergonomik dan psikologi manusia yang memang cenderung berbuat kesalahan.

Contoh paling mudah adalah dengan memakai warna yang berbeda untuk hal yang berbeda. Dulu tahun 70an waktu saya kecil kalau beli kabel listrik maka yang kita dapat adalah sepasang kabel melekat yang berwarna putih. Sedangkan sekarang kalau kita beli kabel listrik kemungkinan besar oleh penjual akan ditawarkan sepasang kabel dua warna, merah dan hitam.

Sudah tahu kan kenapa merah dan hitam? Agar tidak tertukar antara sambungan positif (merah) dan sambungan negatif (hitam). Kemungkinan barang elektronik kita terbakar karena salah pasang kabel akan berkurang. 

Di sini kita bisa lihat bedanya. Dulu dengan 2 kabel berwarna sama (putih), kita dipaksa untuk memeriksa ulang sambungan jangan sampai salah antara listrik positif dan negatif. Jangan sampai salah dan jangan sampai kesetrum. Tetap saja banyak yang salah. Mungkin karena lelah, buru-buru, tidak mengerti dll. 

Sekarang, kesalahan dikurangi dengan pemberian 2 warna sehingga sangat mudah untuk membedakan sambungan positif dan negatif. Apakah kesalahan manusia bisa hilang? Tidak juga. Masih banyak juga yang salah sambung tapi paling tidak kesalahannya sudah berkurang sangat jauh.

Di dunia kedirgantaraan, human factors ini makin diselami dan menjadikan rancangan-rancangan antar-muka antara manusia dan pesawat menjadi semakin mudah. Dulu di awalnya, di satu kokpit ada switch yang ON arahnya ke atas dan ada yang ke bawah. Sekarang, di satu jenis pesawat semua diseragamkan. Di kokpit pesawat Boeing kalau ON arahnya ke bawah, sedangkan di pesawat Airbus kalau ON arahnya ke atas.

Di perusahaan yang peduli dengan resiko faktor manusia, contohnya seperti Lufthansa di Jerman, mereka membuat aturan sendiri. Apapun merek pesawatnya, kalau ON harus ke atas. Kesamaan aturan ini mempermudah seorang pilot untuk pindah tipe pesawat di perusahaan tersebut.

14 tahun terakhir ini saya menerbangkan pesawat Airbus, dari A319 yang paling kecil (selain A318) lalu ke A320, A330, A340 dengan 4 mesin sampai pesawat penumpang yang terbaru dan termodern saat ini yaitu Airbus A350. Saya menemukan bahwa kesamaan konsep dari A320, yang mulai terbang tahun 1986, sampai dengan A350, yang pertama kali terbang tahun 2013, membuat pilot yang pindah dari pesawat Airbus yang satu ke yang lain menjadi lebih mudah.

Selain kalau ON selalu ke atas untuk switch ON-OFF, ada kesamaan lain misalnya semua tombol putar dalam keadaan normal harus tegak lurus ke atas atau ke bawah seperti di gambar di bawah ini. 

Coba anda lihat tombol putar dengan nama PACK FLOW. Posisi jam 12 Adalah NORMAL. Kalau posisi tombol ini tidak di jam 12 maka dengan sekilas saja penerbang atau teknisi akan tahu  posisinya tidak normal. Di gambar ini posisinya di LO.

Lalu ada tombol putar yang bernama COCKPIT. Ini adalah tombol pengatur suhu kokpit. Pabrik pesawat Airbus memilih suhu 24 °C sebagai suhu normal di kokpit. Maka tombol putar pengatur suhu dirancang agar memberikan suhu 24 °C jika dipasang di posisi jam 12 tegak lurus ke atas. Sedangkan sebuah tombol lagi yang bertuliskan CABIN, juga di posisi jam 12 agar suhu kabin berada di sekitar 24 °C.

Contoh lain adalah bentuk tombol-tombol putar auto pilot yang tidak sama. Perhatikan gambar di bawah. Bentuk dan gerigi setiap tombol tidak sama. Fungsinya untuk mencegah penerbang memutar tombol yang salah. Tentunya ada pencegahan level 2 di rancangan ini. Setiap kali penerbang memutar sebuah tombol, maka dia akan membaca hasilnya dulu di instrumen terbangnya sebelum mode tombol tersebut diaktifkan. Jadi kemungkinan pilot melakukan kesalahan misalnya ingin belok tapi malah turun ketinggian, bisa dihindari.

Kesalahan akibat mengoperasikan tombol serupa pernah dialami di sebuah penerbangan pesawat  buatan Boeing B737-700 ANA di Jepang pada tahun 2011. First officer atau dulu sering disebut kopilot, salah memutar tombol. First officer tersebut ingin membukakan pintu kokpit bagi kapten yang ingin masuk setelah kembali dari toilet. Tombol yang diputar adalah tombol rudder trim bukannya tombol pembuka pintu. Keduanya sama-sama tombol putar. 

First officer tersebut biasanya mengoperasikan B737-500 yang posisi tombolnya ada di gambar kanan. Dia baru sebulan saja mengoperasikan B737-700 yang posisi tombolnya ada di gambar sebelah kiri.

  

Akibat kesalahan tersebut, pesawat berguling ke kiri sebanyak 80°, turun sejauh 6000 kaki atau 1800 meter, mencederai dua orang awak kabinnya. Untuk mencegah hal seperti ini, pabrik Airbus membuat rancangan yang membuat tombol rudder trim tidak berfungsi jika auto pilot dalam keadaan ON. Hal ini tidak berarti membuat Airbus lebih baik dari Boeing karena kedua berlomba-lomba membuat pesawat yang efisien dengan filosofi yang berbeda. Airbus cenderung untuk membuat pesawat yang full automatic dengan proteksi berlapis-lapis sedangkan Boeing cenderung membuat pesawat yang kendalinya lebih diserahkan penuh pada penerbangnya.

Pada akhirnya, tugas kita sebagai pemakai teknologi adalah bagaimana kita mengenali diri kita sendiri sebagai seorang manusia yang tidak sempurna. Bukan hanya secara fisik tapi juga secara mental. Kesalahan karena faktor manusia secara mental dapat dihindari dengan mengenali sifat-sifat berbahaya yang dimiliki manusia yang ditulis di artikel sebelumnya yang berjudul: Sifat Manusia yang berbahaya.

Safe flite